Sebuah Renungan
Catatan Sang Pendidik - Sebuah Renungan (OPTIMISME) - Sebuah tangisan kesedihan, ataupun senyuman
yang merekah, itulah ekspresi dari wajah wajah Masisir yang dapat kita lihat
ketika mengetahui hasil dari pengumuman kenaikan yang terpampang di setiap
dinding kuliah.Semua boleh berijtihad, mencari tahu, mengkontrol, bolak balik
kuliah setiap hari untuk mencari tahu nilai yang belum keluar, namun apakah
ijtihad kita sesuai dengan cita cita yang telah kita impikan?, atau hanyalah
sebuah bayangan, dan impian kosong yang merindukan kenyataan ?
Pena sejarah berbicara dan telah mencatat
bahwa sebagian besar kesuksesan berlangsung ketika adanya suatu usaha , ini
memang sangat relevan dan masuk akal sekali, karena nggak ada suatu miracle cuma
cuma yang gratis turun dari langit tanpa adanya suatu usaha. Sang pencipta
telah menegaskan “Barang siapa yang
sungguh sungguh (usaha), maka sesungguhnya usaha atau kesungguhannya itu untuk
dirinya sendiri” Esesnsi yang ada memang begitu, tapi ironisnya, kita hanya
bisa menahan dada, beristighfar, menerawang jauh ke depan apa bila melihat
usaha yang telah kita ataupun sahabat sahabat kita perjuangkan tidak membawa
hasil yang ada dalam bayangan kita (naik tingkat)
Itu memang merupakan suatu cobaan yang sangat
berat bagi kita, apalagi dari hasil survei, membuktikan bahwa sebagian dari
mahasiswi tahun pertama Azhar sekarang
ini ternyata banyak yang berteman dengan kegagalan.
Pada fase kepemimpinan Azhar sekarang ini,
kita tidak tahu apakah ada peng”ekstrim”an nilai, ataupun kurang
optimalnya usaha yang telah kita lakukan. Meminjam pepatah yang ada bahwa
“kegagalan adalah sebuah kesuksesan yang tertunda”, dan juga kalam ilahi yang
mengatakan “Asa an takrohu syaian wa huwa khoirun lakum wa asa an tuhibbu
syaian wa huwa syarrun lakum”,Dapat kita katakan bahwa kegagalan kita ini bukan
untuk selama-lamanya, masih ada hari esok, mungkin kegagalan sekarang ini
adalah keberhasilan yang tertunda.
Kita tidak bisa menafikkan bahwa tidak ada
suatu kegagalan yang tidak pahit , wajar saja kita merasa sangat sakit bila
kita sedang terjatuh ataupun gagal, walaupun kita sudah berusaha untuk
membesarkan hati kita, menenangkan fikiran kita, agar bisa menerima semua
realita yang ada.Akan tetapi agaknya kepahitan ini tidak usah kita pupuk lagi
yang akhirnya akan tumbuh benih benih kesedihan dan penderitaan yang
berkepanjangan, karena kita membutuhkan “ Rekonsiliasi Force” dengan
menyusun kembali serpihan serpihan kegagalan kita di masa lampau sebagai frame
of reference untuk langkah kita ke depan. Cukuplah ini sebagai suatu
refleksi, bahwa mungkin kita masih sangat kurang dalam belajar, ibadah dan juga
mungkin yang lainnya.
Kalau boleh kita menganalogikan, bahwa
keberhasilan (naik tingkat) adalah suatu mahatthoh akhir buat
pejalan kaki, suatu hal yang wajar dan
tidak mustahil tersandung batu dan jatuh. Ada
bebrapa faktor penting yang harus kita renungkan dan kita pikirkan setelah
kejatuhan kita. Pertama: Kita harus bangun dari jatuh, nggak mungkin
kita tersandung batu di tengah jalan kemudian langsung berhenti begitu saja,
dunia akan tertawa kalau kita jatuh kemudian putus asa tidak mau melanjutkan
perjalanan, bukankan Allah mengatakan dalam al-Quran yang artinya “Janganlah
kamu sekalian putus asa dari rahmat Allah ?” Kedua: Tahu Asbab
al-Suqut (sebab sebab kejatuhan), sebab memandang ke depan, bila ada batu
yang sama yang membuat kita jatuh, kita bisa menghindar atau bagaimana siasat
kita agar tidak jatuh untuk kedua kalinya. Karena setiap manusia harus belajar
dari sejarah untuk kemajuannya . Ketiga: Sebagai makhluk sosial, apa
salahnya kalau kita menyingkirkan batu tersebut, agar orang yang akan lewat
setelah kita tidak mengulangi kejatuhan kita.
“Cukup saya sajalah yang jatuh, Kau jangan !!!” , begitulah kiranya
pesan buat saudara-saudara kita.
Kemudian, kita sebagai insan yang memiliki
sejarah, insan yang tidak boleh putus asa, insan yang berakal, harus merasa
optimis memandang langkah kita ke depan,. Kita harus merasa optimis akan kemampuan kita karena keyakinan tiap individu
akan kemampuannya berpengaruh besar terhadap kesuksesan masing masing,mengambil
tulisan dari salah satu tokoh sosiolog Perancis
“ Bahwa rasa Optimisme adalah separuh dari keberhasilan” juga mengutip
dari perkataan Saligman, salah satu dari pakar psikologi dunia “ orang yang optimisme menganggap bahwa
kegagalan disebabkan oleh suatu hal yang dapat diubah, sehingga mereka berhasil
pada masa yang akan datang, sedangkan
orang yang pesimisme menerima dan memandang kegagalan sebagai
kesalahannya sendiri, mengangapnya sebagai suatu pembawaan yang mendarah daging
yang tidak akan dapat diubah”.
Semoga rasa optimisme selalu menghiasi
perjalanan kita ,dan semoga hari esok lebih baik dari hari yang telah kita
lewati .